Home » » Sweet Tart Love

Sweet Tart Love


Sweet Tart Love
oleh "si baik dan benar"


“Rangga udah jadian sama Jessi,” ujar Adit perlahan. Chacha terduduk lemas di kursi taman sekolah. Meskipun ia sudah berusaha mengendalikan perasaannya, tetap saja ia tidak bisa menerima kenyataan. Chacha menahan air matanya yang siap jatuh.
“Cha, udah deh. Kan gue udah pernah bilang, nggak usah dipikirin....” Adit duduk di sampingnya.
“Nggak bisa, Dit..” gumamnya. Rambut Chacha turun menutupi wajahnya. Kedua tangannya bertautan. Adit menarik napas panjang. Matanya tak lepas menatap Chacha, adik kelasnya sekaligus mantan pacar adiknya itu. Rangga, adiknya, sudah satu minggu memutuskan hubungannya dengan Chacha dan memilih Jessi.
“Cha..”
“Gue nggak ngerti, Dit. Kenapa sih Jessi itu milih Rangga? Bukannya masih banyak cowok terkenal yang bisa dia dapetin? Kenapa dia nggak milih Joe, Roy, atau elo? Kenapa harus Rangga? Kenapa harus milik gue?” suara Chacha terdengar frustasi. Adit menepuk pundak Chacha. Ia hampir saja bilang kalau Jessi memang pernah ‘nembak’ dia, tapi Adit menolaknya. Mungkin ini penyebab cewek populer itu mengejar Rangga, adiknya sendiri.
“Seharusnya lo bersyukur, Cha. Dengan kejadian ini lo jadi tau kan kalo adik gua itu playboy, dia nggak pantes bikin lo sedih gini. Masih untung dia mutusin elo terang-terangan. Coba lo bayangin, kalo Rangga selingkuh dibelakang lo. Lebih sakit kan? Pernah denger kata-kata cinta nggak harus memiliki?”
“Tapi itu egois, Dit! Kalau gue tau gini, gue nggak mau menjalin hubungan sia-sia selama dua tahun ini.” Mata Chacha bertumbukan dengan tatapan Jessi yang kebetulan melintas di depan taman, bersama Rangga tentunya. Jessi memelototinya, kemudian menggandeng tangan Rangga dan pergi dari situ.
“Mau sampe kapan lo kekanak-kanakan gini, Cha?” tanya Adit. Chacha terdiam.
Sampai kapan gue harus nunggu?



Adit mendribel bola basket dan menembaknya. Bola itu masuk ke ring. Chacha bertepuk tangan melihatnya. Adit tersenyum dan duduk di pinggiran lapangan basket.
“Thanks ya, Kak Aditya Erlangga, udah bersedia nemenin gue disini,” ujar Chacha sambil menyodorkan sebotol air mineral dan handuk kecil.
“Tumben lo sopan,” jawab Adit. Ia meraih botol air dan meneguknya banyak-banyak. “Btw, ngapain lo ngajak gue ke lapangan sore-sore gini?”
“Gue suntuk di rumah, Dit. Semua yang gue lakuin selalu ngingetin gue sama Rangga. Bisa stress lama-lama gue.”
Meskipun kalimat itu diucapkan Chacha dengan santai, Adit dengan jelas mendengar nada sakit didalamnya. Dia tau pasti, bahwa Rangga adalah segalanya bagi cewek disampingnya ini. Terkadang Adit juga ikut kesal sama adiknya itu. Tapi apa boleh buat, Rangga bersikeras berkata bahwa ia menyukai Jessi lebih dari perasaannya kepada Chacha. Yah, itu bisa dimaklumi. Siapa sih yang nggak tertarik sama Jessi? Cewek populer yang kaya raya, cantik, dan ayahnya punya otoritas di sekolah. Tapi bagi Adit, cewek yang merebut pacar orang lain bukanlah siapa-siapa.
“Lagi-lagi karena Rangga,” balas Adit, “Cha, dengerin gue ya. Kenangan antara lo sama Rangga itu bukan buat dilupain, tapi dikenang. Sayang kan, semua yang lo lewatin selama dua tahun masa’ harus lo ilangin secara paksa? Simpan aja semua itu disini,” Adit mengetuk-ketukkan jarinya di jidat Chacha.
“Kenangan itu kayak permen gulali. Pernah makan gulali kan, lo? Apa rasanya?”
“Manis lah, Dit.”
“Rasanya memang manis, itulah kenangan lo berdua. Banyak yang bikin lo senyum kan? Banyak yang nggak terlupakan juga kan? Tapi, kalo makan gulali banyak-banyak, yahh.. paling-paling gigi lo bolong-bolong.”
Chacha terkikik mendengarnya.
Adit melanjutkan, “Gitu juga dengan kenangan itu, Cha. Sekarang dia bukan milik lo lagi. Kalau lo terus-terusan inget semua itu, hati lo juga bakal bolong-bolong.”
Chacha tertawa lepas, memperlihatkan lesung pipinya.
Nggak ah, gue nggak mau gigi atau hati gue bolong-bolong. Gigi gue sempurna kok, liat nih,” dan gadis cantik itu memamerkan deretan gigi yang putih bersih.
Iya, iya. Itu kan perumpamaan, bego.” Lagi-lagi Chacha tertawa.
Adit melihat binar keceriaan di mata Chacha. Lega hatinya melihat cewek itu kembali tertawa. Mereka mengobrol sampai lupa waktu. Sore semakin jauh, hampir menjelma menjadi malam. Di sore itu pulalah, tanpa diduga Adit menyatakan perasaannya kepada Chacha, orang yang ia sayangi sejak pertama kali bertemu. Chacha tidak menyembunyikan kegembiraannya ketika Adit memintanya menjadi pacarnya. Chacha berniat melupakan Rangga dan membuka hatinya sepenuhnya untuk kakak mantannya itu.


Keesokan harinya, di sekolah, Adit dan Chacha dengan jelas menunjukkan bahwa status hubungan mereka bukan lagi kakak-adik kelas. Siswa-siswi SMA Wiyata Mandala gempar. Adit, salah satu cowok ‘wanted’ di sekolah ternama itu jadian dengan mantan adiknya sendiri.
Siang itu, di kantin sekolah, Jessi menghampiri Rangga.
Sayang, kamu udah denger kalo Adit jadian sama mantanmu itu? Satu sekolah pada penasaran sama mereka”, ujarnya sinis. Rangga menanggapinya dengan santai, “Udah tau kok. Biarin ajalah, itu kan hak mereka sih. Lagian gue udah punya elo kan,” katanya sambil mengelus rambut ikal Jessi.
Rangga memang tersenyum, tapi jauh di lubuk hatinya, ada suatu perasaan yang tak terduga menyelinap.


Hubungan Adit dan Chacha sudah berlangsung dua bulan. Tiada hambatan berarti bagi mereka, yang sama-sama saling memahami.
Pagi itu, Chacha sedang menunggu Adit di beranda rumah. Arlojinya sudah menunjukkan angka tujuh kurang lima belas. Ia mulai gelisah, tak biasanya Adit terlambat menjemputnya ke sekolah.
“Cha, kok belum berangkat? Adit mana?”, tanya Mamanya. Chacha menoleh, “Nggak tau, Ma. Hpnya nggak aktif,” jawabnya cemas. “Kamu berangkat aja naik angkot, nanti kalau Adit kesini Mama bilangin kalau kamu udah berangkat. Gimana?”
Chacha mengangguk.
Di angkot, lagi-lagi Chacha menelepon Adit. Dan lagi-lagi pula operator mengatakan si pemilik nomor tidak mengaktifkan handphonenya. Chacha mendesah pelan. Ia tiba di sekolah beberapa detik sebelum bel berdering.


“Kak, liat Adit nggak?”
“Adit? Dia hari ini nggak masuk, Cha. Emangnya lo nggak tau?”
Chach a menggeleng, “Dia nggak bilang ke saya. Yaudah deh, makasih kak.”


“Halo?”
“Adit! Kemana aja sih lo daritadi?”, suara Chacha bergetar.
“Sorry, Cha. Hari ini aku nggak enak badan, maaf ya nggak kasih kabar dulu. Aku tadi kesiangan bangunnya, aku pikir kamu pasti udah di sekolah.”
“Sakit apa? Perasaan kemarin sore masih baik-baik aja?” jawabnya curiga.
“Agak pusing aja, sayang. Jangan curigaan gitu, dong. Aku beneran gak enak badan. Kamu tadi nyariin aku ya?”, balas Adit.
“Ya iyalah. Aku khawatir gara-gara kamu, tau.”
Adit tertawa di sebrang sana, “Maaf deh. Udah dulu ya, sayang, gue ada urusan bentar. Nanti kalo udah selesai aku sms deh. Oke? Bye...”


‘Dasar cowok!’, umpat Chacha dalam hati. ‘Bilangnya mau sms, tapi sampe larut malem gini masih gak ada kabar. Cepet banget sih dia berubah.’
Chacha merebahkan tubuh di kasurnya. Pikirannya menerawang kemana-mana, memikirkan sikap Adit. Baru kali ini pacarnya itu hilang tanpa kabar. Apa sih yang dia lakuin? Chacha curiga Adit cuma pura-pura sakit. Tapi ia belum bisa membuktikan kecurigaannya ini sampai beberapa hari kemudian.
Siang itu, di sekolah, Chacha mendekati Adit di tengah lapangan basket. Tak ia pedulikan tatapan beberapa pemain basket cowok disana.
“Adit,” panggilnya, setengah berteriak. Adit menoleh, agak terkejut melihat Chacha. “Ada apa Cha?”
“Aku mau ngomong, berdua aja.”
Adit menatap mata Chacha, mengikutinya ke lab komputer. Disana memang cukup sepi, para siswa lebih berminat menggunakan fasilitas hotspot di perpustakaan atau taman sekolah. Chacha membuka pintu lab dan duduk di kursi terdekat.
“Kamu kemana lagi sih beberapa hari ini?” tanyanya tanpa basa-basi.
“Cha, aku pikir mulai sekarang kamu harus belajar mandiri ya, nggak usah aku anter-jemput lagi?”
“Apa? Kenapa tiba-tiba kamu jadi pelit bensin gini sih?”
“Bukannya gitu, Cha..”
Chacha mulai kesal, “Lo kenapa sih, Dit? Kok berubah gini dari kemarin-kemarin? Aku salah apa?”
“Cha, dengerin gue dulu. Gue cuma pengin lo mandiri aja, Cha. Lagian bulan depan kan gue udah mulai latihan ujian. Wajar kan kalo gue mau kita agak jauh dulu?”
“Dit, lo mainin perasaan gue ya?”


Sekarang gue single lagi. Dan gue nggak mau menjalin hubungan sama makhluk yang namanya cowok lagi. Semua cowok itu sama-sama munafik. Gue benci banget sama Adit ! tulis Chacha di buku hariannya.
Ia bosan menangis terus, ia bosan mengingat Adit. Cowok yang pernah memberinya semangat namun kini mematahkan harapannya.


Hari ini, Chacha berniat melupakan semua hal tentang Adit. Ia merapikan seragamnya dan melangkah ke beranda. Baru saja ia membuka pintu depan rumahnya, matanya menangkap seseorang duduk di motornya di depan pagar. Matanya terbelalak.
“Rangga?”
Cowok itu menoleh dan melambai, “Cha.”
Kaki Chacha menghampiri Rangga perlahan, “Lo ngapain disini?” tanyanya. Hati Chacha terasa agak sakit. Melihat Rangga disini justru memutar kembali ingatannya tentang Adit yang biasanya menjemputnya ke sekolah.
“Gue... mau nganterin lo ke sekolah, Cha. Lo mau kan?” jawaban Rangga ini bagai petir di siang bolong. “Maksud lo? Tumben lo jemput gue?”
“Jangan salah paham, Cha. Gue kesini bukan mau ngejek soal putusnya lo sama kakak gue. Gue cuma........... Cuma pengen nganterin lo doang, Cha. Percaya deh.” Chacha melihat ke manik mata Rangga. Karena tinggal sepuluh menit lagi waktu yang tersisa sebelum terlambat, akhirnya ia naik ke motor Rangga dan melaju ke sekolah.
“Cha, nanti pas istirahat ke kantin ya. Gue tunggu. Ada yang mau gue bicarain serius sama lo. Mau kan, Cha?”
“Kenapa nggak lo omongin sekarang?”
“Gue butuh suasana serius, Cha. Nggak di atas motor kayak gini.”


Istirahat tiba. Sebenarnya Chacha enggan mematuhi perkataan Rangga, tapi ia penasaran juga. Dan disinilah ia sekarang, berhadapan dengan Rangga di pojok kantin.
“Thanks ya, gue tau lo pasti dateng.” Rangga memulai obrolan.
“Gue penasaran aja, apa yang mau lo omongin?” Chacha menyeruput es tehnya.
Rangga tak langsung bicara, ia menatap Chacha dalam-dalam. Ia menatap mata hitam gelap milik lawan bicaranya ini. “Cha, jangan salah paham ya..”
“Jujur, Cha. Gue nggak bisa lupain lo.”
Chacha tersedak es teh.
“Kaget ya Cha?” Rangga terdiam sejenak, “Gue minta maaf ya, dulu gue bener-bener bego. Ngelepasin elo demi Jessi. Tapi gue nggak pernah bisa berhenti mikirin lo, Cha. Apalagi setelah lo jadian sama Adit.”
Mendengar nama Adit, hati Chacha kembali tergores.
“Lo sama kakak lo itu sama aja ya. Emang lo diputusin Jessi? Trus biar nggak dianggap pecundang, lo mau balikan sama gue? Sorry ya, trik lo itu kuno.”
“Cha, gue mohon jangan salah paham. Lo nggak bisa ngelihat kalo gue tulus minta maaf sama lo? Gue yang putusin Jessi, gue nggak bisa nemuin rasa bahagia waktu jalan sama dia, Cha. Cuma elo yang kebayang di otak gue. Gue Cuma mau minta maaf untuk saat ini, gue nggak ngeharepin yang lebih dari itu. Gue tau berat banget buat lo maafin kesalahan gue waktu itu. Tapi...” Rangga menarik napas panjang, ia menyentuh tangan Chacha, “Tapi gue mohon...”
“Cuma ini yang lo mau omongin? Kalo Cuma ini gue mau balik ke kelas ya. Simpen aja permohonan maaf lo itu, gue nggak perlu kok. Salam ya sama Jessi.” Chacha berniat pergi dari kantin, namun Rangga sudah menyesuaikan langkah di sampingnya.
“Lo masih sayang kakak gue ya?” tanyanya menyelidik.
Chacha berhenti melangkah, ia memelototi Rangga. “Apa hak lo nanya-nanya urusan pribadi gue?”
“Bener kan tebakan gue?”
“Kalo bener, trus kenapa? Gue emang masih sayang Adit, tapi gue pasti bisa lupain dia, sama kayak gue ngelupain elo.”


Bicara memang mudah, tapi membuktikannya sulit. Sampai satu bulan pun Chacha terkadang masih mengingat Adit. Chacha menutup wajahnya dengan buku fisikanya, berharap otaknya melupakan cowok itu.
“Chacha.”
Suara yang familiar, Chacha hampir tak bisa mempercayai apa yang ia lihat.
“Elo ? Ngapain ke kelas gue?” ia kembali meletakkan buku di atas kepalanya.
“Ada yang mau gue bicarain..”
“Sebulan yang lalu juga adik lo bilang hal yang sama. Mau bilang sekarang lo mau minta maaf?”
Adit menarik buku cetak fisika itu dari wajah Chacha. “Lebih dari itu, Cha.”
Chacha mendengus, “Jangan bicara apapun. Gue nggak mau denger, pergi aja lo.”
Cha, please.. Gue harus bilang ini ke elo.. ikut gue ya, ke taman, ketemu sama Rangga juga. Please?”
“Oke. Gue mau tau, sejauh mana lo bedua mainin perasaan gue,” jawab Chacha geram.
Keduanya tiba di taman sekolah dalam waktu singkat. Disana Rangga sudah menunggu, ia tersenyum pada Chacha yang hanya membalasnya dengan tatapan kosong. Jam istirahat masih tersisa setengah jam lagi.
“Cha, lo tau alesan gue ngejauhin lo waktu itu?” tanya Adit. Chacha tak menjawab. Rangga meneruskan kalimat Adit.
“Sebenernya, yang terjadi sore beberapa minggu yang lalu itu, gue sama Adit berantem, Cha.” Masih tak ada reaksi.
“Gue yang salah.. Gue marah-marah ke Adit. Gue minta dia patuhin kewajiban dia sebagai kakak. Lo tau kan, Cha. Sebagai kakak, harusnya dia ngalah buat gue, tapi nyatanya selama gue hidup di dunia ini, hubungan gue sama Adit nggak pernah akrab. Paling-paling Cuma bicara seperlunya aja. Dan sore waktu itu, gue ungkapin semua kemarahan gue.” Rangga berhenti untuk menarik napas sejenak.
“Gue minta dia sekali ini aja ngalah buat gue. Dan satu-satunya yang gue minta dari dia, satu-satunya hal yang paling berharga.” Rangga menatap Chacha, “Elo, Cha.”
Chacha melirik kedua kakak beradik ini. Seriuskah mereka?
“Setelah itu, Adit nggak bilang apa-apa lagi kecuali ‘gue udah ngasih hal terbesar di hidup gue. Jangan kecewain gue.’ Dan gue mulai deketin elo lagi. Setelah ini, lo tau sendiri kan gimana cerita selanjutnya. Dimana lo nggak nanggepin gue, dan malah semakin jauh dari gue. Waktu itulah gue sadar, kalo hati lo bukan milik gue lagi.”
Bagus kalo lo nyadar! Seru Chacha dalam hatinya.
Adit angkat bicara, “Apa yang Rangga bilang itu bener, Cha. Gue mohon lo ngerti. Gue juga nggak bisa bohong Cha, gue sayang elo. Rangga bilang dia nyerah dapetin lo lagi, dan gue nggak bisa untuk nggak deketin lo lagi Cha. Lo nggak tau betapa tesiksanya gue waktu jauh dari lo. Gue juga sakit, Cha, ngelepasin elo meskipun sama adik gue sendiri.”
“Bagus. Sekarang semuanya udah kebongkar kan? Udah jelas sekarang apa yang lo berdua lakuin ke gue. Nyadar nggak sih kalo gue sakit banget denger semua ini? Kalian pikir gue ini apa? Lo anggep apa perasaan gue?” berondong Chacha, susah payah ia menahan air matanya agar tidak bergulir. Tak pernah ia duga, betapa sulit menahan emosinya di depan dua orang yang pernah ia sayangi dan pernah mengisi hari-harinya. Chacha marah.
“Sekarang lo bedua minta gue ngerti? Apa lagi yang harus gue ngertiin? Lo berdua Cuma nganggep gue boneka aja kan? Yang bisa di buang kalo nggak dibutuhin, yang bisa di oper kesana-kesini, trus minta dibalikin kalo lagi butuh? Maaf ya, gue nggak serendah itu!”, teriak Chacha. Usahanya menahan air mata gagal. Ia biarkan satu demi satu membasahi pipinya, merobohkan pertahanannya selama ini.
“Cha,” Rangga menghapus air mata di pipi Chacha, namun tangan Chacha dengan cepat menepisnya.
“Cha, ini salah gue. Jangan marah ke Adit, gue mohon? Kalo lo mau salahin, salahin aja gue. Kalo lo mau benci, benci aja gue, jangan dia. Please?”, dengan lembut Rangga memohon.
“Simpen aja semua permohonan lo itu, gue nggak akan denger satu alesan pun dari lo berdua. Mulai sekarang, jauhin gue, gue nggak butuh kalian berdua.”

Beberapa pagi ini, Chacha selalu bangun lebih awal dan berangkat ke sekolah lebih cepat dari biasanya. Ia juga jarang berkeliaran di sekolah saat istirahat dan pulang sekolah. Satu-satunya alasan adalah menghindari Adit yang kembali sering menjemputnya. Chacha belum bisa menerima semua ini. Ego dan harga dirinya belum bisa memaafkan mereka, meskipun Chacha tau, nggak mudah bagi mereka mengakui semua itu.
Seperti pagi ini, Chacha hampir bertemu Adit di beranda depan. Ketika motor Adit muncul di kejauhan, buru-buru Chacha menaiki angkot.
Adit tiba lebih dulu di sekolah. Ia sengaja menunggu Chacha turun dari angkot. Chacha memutuskan untuk masuk ke sekolah melalui pagar samping, bukan melalui gerbang utama seperti biasa. Cepat-cepat ia melangkahkan kaki ke koridor kelas XII, sambil melirik memastikan Adit tidak melihatnya.
“Eh, ini kan cewek yang direbutin Adit sama adiknya itu kan?”
Chacha menoleh ke sumber suara. Gerombolan kakak kelas cowok duduk di sepanjang koridor yang ia lalui. Sejenak ia menyesal telah melalui koridor ini.
“Iya, nih ceweknya. Apa sih bagusnya? Sampe direbutin gitu?” timpal seorang cowok di hadapannya.
Chacha berusaha terus berjalan tanpa memperdulikan mereka. Namun langkahnya terhenti ketika tangannya ditahan cowok bertubuh tinggi.
“Lepasin saya, kak!”
“Bener kan lo jadian sama kakak beradik itu? Dua orang yang sok jadi jagoan di sekolah ini?”, tanyanya sinis sambil mengamat-amati Chacha dari atas ke bawah.
Chacha menelan ludah.
“Sa..Saya nggak punya hubungan apapun dengan dua orang itu.”
Kata-kata Chacha disambut dengan tertawaan yang bergema di koridor.
“Masih kecil berani-beraninya bohong,” ujar cowok tadi di sela-sela tertawanya.
“Maaf, gue rasa, kakak gue nggak bakal seneng ngeliat pacarnya ditahan disini,”
Suara itu membuat Chacha lega sejenak. “Rangga?”
Spontan mereka menghentikan tawanya. Setelah bertatapan beberapa lama, cowok itu melepaskan tangan Chacha. Rangga langsung menggamitnya dan mengantar Chacha sampai ke kelasnya.
“Thanks”
“Cha, lo nggak kasian liat kakak gue?” tanyanya memandang Adit yang masih menunggu di gerbang sekolah. Chacha tak menjawab.
“Gue yang liat aja kasian, Cha. Sampai kapan hati lo tertutup terus?”
“Jangan bicarain itu, gue nggak suka.”
Rangga berhenti sejenak, “Lo nggak bisa liat ketulusan di mata dia, Cha?”


Begitu bel pulang berbunyi, Chacha langsung digandeng Rangga menuju tangga. Dari jauh, Chacha sudah melihat Adit menunggu disana. Chacha segera berontak, tapi Rangga menahannya. “Cha, ini hal terakhir yang mau disampein Adit.”
Sampai dihadapan Adit, Rangga sengaja meninggalkan mereka berdua. Chacha diam.
“Happy Birthday, Challista Aura.”
Chacha mendongak, “Apa?”
“Gue bilang, happy birthday, Challista Aura, Happy sweet seventeen” Adit mengulang.
Sempat terbengong beberapa saat, Chacha menepuk dahinya.
“Gue nggak inget....”
Adit tersenyum. Perlahan ia memegang tangan Chacha.
“Gue nggak bisa bicara apa-apa lagi. Apa yang ada di hati gue udah pernah gue ungkapin ke lo. Asal lo tau, gue berdiri disini dengan sisa kekuatan gue, Cha. Dengan sisa keberanian dan harga diri gue. Ini penghabisan,”
“Maksud lo apa?”
“Gue minta maaf. Cuma ini yang gue bisa bilang.”
Suasana hening sejenak. Perasaan Chacha tak karuan. Hatinya tersentuh, tapi terbayang lagi apa yang pernah Adit lakukan.
“Ini suprise buat lo.”
Adit menggandeng tangan Chacha menuruni tangga. Mata Chacha terbelalak, ia terkejut melihat apa yang dipersiapkan Adit untuknya. Tubuhnya terdiam beberapa saat. Matanya merayapi lili putih cantik yang berjejer di sepanjang tangga, entah berapa lusin bunga lili yang di rangkai indah bahkan di dinding sekolah sekalipun. Di anak tangga paling bawah, Chacha melihat sebuah kue tart coklat menggoda dengan angka 17 di atasnya. Seolah belum cukup, terdengar alunan musik lembut dari tujuh belas anggota ensembel pilihan, yang berdiri agak jauh dari tangga sambil memainkan gitar, biola, dan keyboard. Tampak Rangga asyik memetik gitarnya. Lagu klasik ‘happy birthday’ menggema.
Chacha tak berkedip menatap semua ini.
Adit menggandengnya turun sampai ke depan kue tart itu.
Tanpa disuruh, Chacha berdoa dalam hati semoga gue dan orang-orang disekitar gue mendapatkan kebahagiaan sejati, dan kemudian ia meniup lilinnya.
Barisan ensembel selesai memainkan alat musiknya. Jessi yang memimpin, ia mengucapkan selamat ulangtahun, diikuti seluruh teman-temannya. Chacha masih tak percaya ini kenyataan. Usai mengucapkan selamat ulang tahun, mereka kembali ke ruang musik untuk mengembalikan peralatan.
“Dit, ini bukan mimpi kan?”
Adit tertawa kecil.
“Gimana bisa lo nyiapin ini semua?”
“Jangan tanya itu, Cha. Oya, gue punya kado nih,” ia mengeluarkan kotak berbungkus kertas kado. Chacha menatapnya tak percya. “Dit, semua ini udah bikin gue shock, dan lo masih nyiapin kado lagi?”
Bukannya menjawab, Adit justru memindahkan kado itu ke tangan Chacha. Cukup berat.
Silahkan kalo lo mau buka.” Chacha menatap kado itu sejenak. Tiba-tiba hatinya terasa berbeda. Rasa sakit dan kecewa mulai menghilang. Chacha merasakan apa yang Rangga bilang tadi pagi, ketulusan.
Chacha membuka kotak kado itu. Ia tersenyum melihatnya. Satu kotak penuh coklat berbagai ukuran yang berbentuk angka 1 dan 7, dan ada satu yang paling besar, bertuliskan namanya. Challista Aura.
“Thanks, tau aja kalo gue kangen makan coklat,”
“Coklat kan bisa ngobatin hati yang sakit,” jawab Adit.
“Eh, mau cicipin kuenya?”
Chacha mengambil pisau dan memotong kue tart itu, suapan pertama untuk Adit. Suapan kedua untuk dirinya sendiri.
“Dit,”
“Apa?”
“emm, makasih ya, semuanya perfect. Gue suka.”
“Gue seneng kalo lo suka,” ujarnya tersenyum. Chacha juga ikut tersenyum.
Chacha bahagia, tak hentinya matanya berbinar. Binar yang telah lama tak lagi terlihat.
“Gue sayang lo, Dit.”
Adit menoleh, alisnya terangkat. “Nggak salah denger?” Chacha menggeleng.
“Lo sayang gue?” ulang Adit memastikan. Chacha mengangguk pasti, “Itu yang gue rasain sekarang.”
Adit tersenyum. Ia menggenggam tangan Chacha lagi, menatap mata Chacha yang baru saja memberikan kelegaan di hatinya. Chacha telah kembali !
“Gue masih tetep kayak dulu, sayang banget sama lo, Cha.”
“Kalo sayang, sini dong, aku mau bisikin sesuatu.”
Adit mendekatkan telinganya pada Chacha, “Apa?”
Dan saat itu sisa kue tart mendarat di wajahnya.
CHACHAAAAAA !!!!!!!!!!”



THE END


MOHON KOMENTAR DI BAWAH YA

34 komentar:

  1. keren brot, gk nyangka gw lo bisa bikin ginian.

    BalasHapus
  2. hahaahaa ini emg ngarang sendiri ato kisah pengalaman pribadi d masa lalu? wkwkwk

    BalasHapus
  3. keren juga critannya, tp capat bacanya sat...
    wkwkwkwk...
    tu lo buat sndiri apa ngambil ??

    BalasHapus
  4. wkwkwkwk hebat kn yg buat cerita. wkakak

    BalasHapus
  5. keren., kembangin bakanmu teman!

    BalasHapus
  6. bgus bgus/luar biasa. lanjutkan. kalo bisa buat cerita yang endingnya kematian. lbh keren tuh.

    BalasHapus
  7. Balasan
    1. harusnya, endingnya pass lg ngerayain ultah, trus ada teroris ngebom skolah tu, abis tu mati smua, kn sedih critannya...
      wkakakakak

      Hapus
  8. keren ceritanya...
    lanjut terus!

    BalasHapus
  9. Ciye..so sweet amat ceritanya .. :p

    BalasHapus
  10. Jangan ampe nyebut nama sekolah lain. kalo tersinggung gimana tuh.

    BalasHapus
  11. keren juga ni ctrita upte lg dong :2thumbup

    BalasHapus
  12. seorang bisart nulis gini? ngambil apa nulis nih gan?

    BalasHapus
  13. ane kmen gan,, kalo berkenan bisa juga dtg ke blog ane,, aloneranger.com

    BalasHapus
  14. hmmm... kereeen... btw..niih karangan pa real,gan?
    id kaskus "roadve"

    BalasHapus
  15. komen nya kok gini amat yah? -,- kasih saran kek. gk jadi ah cendol nya

    BalasHapus
  16. Cerita udah bagus, udah dapet lah karakternya
    Pemilihan kata juga udah bagus gan
    Dan alur ceritanya jelas konsepnya juga udah jelas

    dari ane, ane kasih nilai 10 deh buat ceritanya

    BalasHapus
  17. Pendapat gue yah..

    UWEEEEEEKKKKKK
    Sinetron banget!!! hahahaha

    Gue bacanya ngakak sambil merinding ngilu2,,
    Padahal gue cewek loh,,
    Geli aja gitu bacanya..
    Apalagi yang endingnya wkwkwkwk

    Cara penulisan sih sebetulnya udah bagus gan..
    Kayak lagi baca novel2 yang ada di Gramedia lah..
    Mungkin agan bakat nulis?? hehe

    Tapi storynya basi *Jujus+serius
    Cerita yang model2nya dan endingnya begitu banyak banget bisa ditemuin di komik2 shojo atau novel2 teenlit..
    Begitu masuk bagian2 mo terakhir gitu,, udah ketebak aja akhirnya mo kayak gimana..

    Saran gue,, coba think out of the box
    Bikin cerita yang endingnya di luar ekspektasi..
    Bikin orang penasaran dan kesel sm ceritanya..

    Btw TSnya cowok atau cewek sih,, penasaran gue..

    Oiya segitu aja komennya..
    Sori kalo kepanjangan dan terlalu ceplas ceplos
    Jangan dimasukkan ke hati tapi masukkan ke ide ya gan

    BalasHapus
  18. Jujur yee, gan... cerita agan standar banget... Gampang ketebak...
    Dari penulisan udah bagus dan gaul abis... Cuma dari segi cerita yah gitu deh...
    Kalo bisa cari cerita yang lebih susah ditebak, gan... Biar ga bosen bacanya...
    Good luck, gan!!

    BalasHapus
  19. Nice story gan, btw pengalaman pribadi atau bnar2 fiksi??? Like it

    BalasHapus
  20. LUmaayan gan, tp ending standart. bbisa ktebak!!
    (siiaa14)

    BalasHapus
  21. ceritanya ane banget gan.. jadi teringat masa lalu,Btw...bagus gan cerita"nya..di lanjutkan dan di tunggu post berikutnya,ijin bukmark ya :)

    BalasHapus
  22. hmmm ceritanya dikit2 mirip pengalaman pribadi ane.. kek dejavu aja gan hahahaa.. nice story lanjutkan gan. kalo bisa sharing semua pengalaman pribadinya sapa tau ada yg dejavu juga :P ( guidave )

    BalasHapus
  23. Bagus bro, cuma sayang endingnya agak klise
    Coba dikasih twist dikit makin bagus keknya hehe

    Overall 7/10

    BalasHapus
  24. jadi mewek nih bacanya, seandainya ada cowok yg rela nglakuin itu smua buat ane :hammer

    nice story gan, keknya berbau real story nih :D

    by :TheReal9 :beer:

    BalasHapus
  25. Menarik banget bro ceritanya, menunjukan ketulusan dan usaha seorang cowok yg tak putus asa buat ngeyakinin cewek yg dia sayang..

    by : mochwildanz

    BalasHapus
  26. Kirain ini resep kue tart gan...:D
    keren gan cerita.y....
    ending.y gw mikir si adit mau ngucapin kata terakhir krn dia sakit keras n bakal mati...*kisah klasik* ternyata kagak :hammer:
    ada yg bisa d petik sih gan dri cerita.y...
    Klo kesabaran menunggu cinta itu bakal ngebuahin hasil terbaik jg...:D

    BalasHapus
  27. bahasanya sih lumayan bagus, enak buat dibaca, satu kali baca bisa terbayang bagaimana situasinya saat itu, cuma memang dari segi cerita itu terlalu standar, nggak ada surprise2 ato apa..
    seperti lupa ultah, itu kayaknya klise banget apalagi buat 17an, dimana semua orang jauh2 hari sebelum hari H sudah di rencanakan mau apa.
    btw, saya suka cara nulisnya, hanya cerita perlu di kembangkan lagi.

    BalasHapus
  28. boleh nih bro ceritanya , mayan juga ,
    panjangan dkit lagi mungkin jadi novel kali yah ?
    da lama ga baca love story jadi gimanaaa gitu
    nice

    BalasHapus

Popular Posts

follow?


web counter code
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. okay, just read it and ... - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger